Sabtu, 18 Februari 2017

5 Salah Kaprah Soal Bitcoin, Jangan Sampai Keliru Lagi




Kadang-kadang, karena aksi sejumlah pihak yang ingin mencoreng reputasi Bitcoin, atau orang lain gagal menciptakan mata uang digitalnya sendiri, mereka kerap kali menyebar berita yang enggak-enggak soal Bitcoin. Berikut ini sejumlah kesalahpahaman umum tentang Bitcoin yang rata-rata terus dipercayai khalayak seperti yang dikutip dari The Merkle:


#5 Bitcoin Hanya Skema Ponzi Raksasa

Skema ponzi biasanya melibatkan otoritas terpusat yang berusaha membujuk investor sebanyak mungkin. Mereka mengatakan akan mencetak keuntungan besar. Dalam skema ini, satu-satunya cara mereka untuk dapat mencetak uang adalah dengan mengorbankan orang lain. Bitcoin adalah mata uang peer-to-peer yang terdesentralisasi, tidak ada entitas pusat.

Bitcoin tidak memerlukan aliran uang yang konstan untuk menopang dirinya sendiri, bukan berarti tidak memerlukan cara baru bertahan hidup. Penting dicatat, jika semua skema Ponzi, kita akan menganggap Satoshi Nakamoto, pencipta Bitcoin, akan hidup dengan gaya perlente dan bermewah-mewahan. Dia bisa memiliki sekitar 1 juta Bitcoin—sekitar US $ 1 miliar atau Rp 13,3 triliun saat ini. Toh, Bitcoin ini tak ke mana-mana.


#4 Bitcoin Banyak Digunakan Penjahat

Memang benar bahwa Silk Road, pasar web gelap terkenal, membantu Bitcoin tumbuh pada 2011. Dua tahun berselang, FBI menutup Silk Road. Tapi aksi itu tak menghentikan Bitcoin berkembang. Baru-baru ini, kapitalisasi pasar Bitcoin disebutkan US$ 16 miliar. Ini bukti Bitcoin sebagai ekosistem bisnis sah yang terus tumbuh dan diterima pasar.

Pebisnis bahkan bisa mendapatkan lisensi khusus yang memungkinkan mereka secara legal menerima Bitcoin sebagai bentuk pembayaran. Namun, banyak juga sih pengguna atau trader Bitcoin berwatak jahat yang memanipulasi untuk kepentingan sendiri, seperti lewat pencucian uang, kartu hadiah toko aplikasi, vocer keanggotaan gim, dan apa pun yang bernilai.


#3 Bitcoin Hanya Bisa Dipakai Online

Semula memang sangat sulit menggunakan Bitcoin karena hampir tidak ada yang menerima cryptocurrency tersebut. Saat ini, ada ribuan pebisnis menerima Bitcoin di seluruh dunia, dan tidak hanya dapat membeli makanan, tapi juga memotong rambut, menyewa pengacara, dan bahkan mendapatkan tiket kereta. Ada aplikasi yang berguna di luar sana, Bitcoin Map, yang memandu pengguna mengetahui toko di sekitar mereka yang menerima Bitcoin.

 
#2 Bitcoin Mudah Dicuri

Hacker atau peretas berhasil mencuri sejumlah besar Bitcoin di masa lalu, tapi itu tidak berarti cryptocurrency ini tidak aman. Sebagian besar pencurian Bitcoin karena buah dari pengamanan dompet atau wallet yang tidak memadai. Sejak itu tindakan risiko pencurian diambil. Namun, perampokan Bitcoin adalah kejahatan 'kelas dewa' yang memerlukan pengamanan terus menerus.

Mau enggak mau, pengguna harus benar-benar mengamankan dompet mereka, dan itu berarti dukungan enkripsi terhadap wallet. Dompet offline adalah cara paling aman menyimpan Bitcoin, dan bahkan penyimpanan lewat ini yang harus didukung. Sayangnya, di Indonesia kita masih sulit mencari dompet semcam itu


#1 Transaksi Tak Benar-benar Anonim

Meskipun Anda tidak perlu rekening bank atau nomor jaminan sosial untuk membayar dengan Bitcoin, transaksi sebenarn ya Anda tidak benar-benar anonim. Setiap transaksi publik tercatat di Blockchain--teknologi pendukung Bitcoin--dalam rangka untuk mencegah tindakan tertentu, seperti mengirimkan Bitcoin yang sama dua kali.

Memang, sulit menggunakan transaksi Bitcoin sekaligus mengungkap identitas asli seseorang, tapi ya mungkin saja. Jika transaksi seseorang dilacak ke bursa, misalnya, mungkin yang berwenang mengungkap identitas melalui surat perintah pengadilan. Untuk melindungi privasi seseorang, alamat Bitcoin seharusnya hanya digunakan sekali

Foto: Pixabay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar